Kesebelasan Football Scotlandia berhasil menaklukkan Football Irlandia pada babak perempatan final Euro 2004 dengan perbandingan 1-0 dan tentu saja kesebelasan ini berhak mengikuti babak selanjutnya yaitu semifinal yang akan diselenggarakan pada dua bulan yang akan datang. Untuk itu, tim ini berusaha meningkatkan kualitas permainannya dengan menambahkan porsi latihan setiap tiga hari pertama dalam seminggu selama dua bulan. Beberapa saluran radio memberitakan secara penuh tentang latihan itu bahkan lebih dari 20 tabloit Olahraga baik local maupun internasional yang berlomba menerbitkannya. Akhirnya berita kemenangan itu sampai padaku di SMU Indo-Jakarta melalui majalah yang sering aku baca ini. Banyak teman-temanku memperdebatkannya disekolah hingga memakan waktu 20-25 menit/satu jam penuh pada pelajaran pertama dan terakhir. Bel pulang berbunyi pada pukul 13:45. Kami segera berkumpul dilapangan belakang sekolah.
“Kurasa para pemain FS sejak awal pertandingan sudah merasa yakin dapat mengalahkan Irlandia tanpa adanya perpanjangan waktu. Mereka pun optimis malam itu mereka akan menjadi pemenang,” seru Garry pada kami, kami adalah anak laki-laki yang sangat menyukai sepakbola. Kami berjumlah tiga belas orang dan kami berbaris dengan semua menghadap kearah Garry, membuat lingkaran kecil dengan mengelilingi Garry.
“Setelah kekalahannya, tim Irlandia terpaksa pulang dengan tangan hampa ke negaranya,“ seru Henry.
“Ya, memang tim Irlandia harus pulang dengan tangan hampa. Tapi dari kemenangan 1-0, masih belum dapat ditarik kesimpulan bahwa pemain Scotlandia sangat berkualitas. Karena jika dilihat dari pengalaman masing – masing pemain, para pemain tim Irlandia lebih diunggulkan,” ujar Fabio.
“Jangan menghina begitu, dong!” protes Josep.
“Aku tidak menghina hanya berkata yang sesungguhnya.” Fabio tertawa melihat ekspresi wajah marah Josep. “Ah, aku bergurau. Mana mungkin aku bilang begitu ? Lagipula pelatih tim FS sendiri optimis bahwa tim didikannya akan memenangkan pertandingan itu,“ seru Fabio lagi.
“Sudah, sudah. Lebih baik sekarang kita memikirkan tim kita yang sudah bobrok ini. Kalau begini, mana mungkin kita bisa maju ke tingkat internasional? Melawan tim sekolah lain di negeri sendiri saja belum pernah. Jangan mimpi!” seru Henry.
“Henry!” bentakku tak terlalu keras. “Jangan coba-coba lagi menghina tim sendiri, meski yang kau katakan itu memang benar. Kita masih bisa berusaha lebih baik lagi. Josep, Fabio, Indra, Fadli, Garry, Risky, Ismail, Daniel, David, Agus, Micky, Adi. Begitu juga kau, Henry.” Aku menatap mereka satu persatu. “Aku dan kalian sudah banyak mendengar tentang bermacam-macam tim sepakbola besar seperti FS Scotlandia yang bagaimanapun juga akan menjadi saingan kita di Piala Dunia-tentu saja kalau kita masuk didalamnya. Jika kita ingin bertanding melawan mereka di Piala Dunia mendatang, maka sebelumnya kita harus terlebih dahulu mengalahkan tim sepakbola sekolah lain di negeri sendiri. Tentu saja tanpa kita harus memikirkan apa kita akan terus bersama ditempatkan dalam tim Nasional mewakili Indonesia.”
“Tapi, Mike,” komentar Henry.
“Apa kau meragukan tim kita?” Aku menoleh pada Henry di sebelahku. Henry menggeleng dan aku berbicara. “kalau begitu, teman-teman, kita tidak usah buang waktu. Hari ini juga kita latihan.”
Aku sangat bersemangat dan kelihatannya mereka juga. Kamipun segera membuat perencanaan tim dan janji bertemu dilapangan olahraga seperti biasa untuk berlatih bersama-sama dan mengutamakan kekompakan tim.
Waktu dua tahun terasa begitu cepat, sekarang kami sudah memasuki tahun ketiga bagi tim kami yang bernama Football Coolers untuk latihan.
Kini aku tengah berlari dilapangan yang luas sambil memberi komando kepada yang lainnya di belakangku. Sejujurnya, aku hanya ingin bermain bersama teman-teman, menikmati kebersamaan yang hanya sementara karena pasti datang saatnya aku akan meninggalkan mereka disini. Aku tersenyum kini dan kulangkahkan kakiku ke arah bola yang sedang melayang diatas kepala ku lalu dengan bertumpu pada kaki kiriku, aku melompat tinggi ke udara dan dengan cepat kuayunkan kepalaku menyundul bola dan GOL!
“Kembali ke posisi,” perintahku dan pertandingan segera dilanjutkan. Bola dari luar dilemparkan ke tengah lapangan, Agus dan David berlari mengejar bola namun bola bergulir kearah Fadli sehingga Fadli berhasil mendapatkannya. Lalu Fadli mengoper jauh dan bola diterima oleh Ismail di sisi kanan lapangan, kemudian dengan lincah, ia mendribel bola mendekati gawang sehingga tak seorangpun dapat mengambil bola darinya. Ketika sudah dekat dengan gawang, ia menendang dan GOL!
Berikutnya kami dibagi menjadi dua kelompok, yakni sebagian pemain mengenakan rompi hijau dan yang lainnya mengenakan rompi kuning termasuk aku. Setelah kami siap dengan posisi masing-masing di lapangan, pertandingan latihan segera dimulai. Sama seperti sebelumnya, bola kembali dilempar padaku di tengah lapangan yang luas itu. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari peluang untuk mengoper, sementara Josep dan Adi mencoba menghadangku di depan. Satu dari mereka berusaha merebut bola dari kakiku. Aku harus berusaha mempertahankan bola dari penjagaan mereka yang sangat ketat dan harus menemukan celah untuk mengoper. Ketika mereka lengah, aku segera bergerak dan mengoper ke belakang. Bola bergulir menuju indra yang sedang tidak dibayangi. Setelah mendapatkan bola itu ia berlari menuju gawang, sementara Agus dan Garry bergerak menghadangnya. Lalu bola berhasil direbut Garry, ia mengoper jauh menuju Ranzi, tak lama Ranzi mengoper lagi. Bola berhasil diterima oleh Agus dan berikutnya ia menendang bola menuju gawang. Bambang yang berperan menjadi kiper, menangkap bola dengan cepat lalu bola dikembalikan ke lapangan. Indra mendapatkan bola itu namun David dengan cepat merebut bola dari Indra dan mencetak gol pertama dalam pertandingan latihan ini.
Pada tahun keempat, tim kami berhasil mengalahkan 2 tim sekolah lain di Bandung. Ini adalah prestasi yang sangat mengejutkan karena baru kali ini tim kami berhasil bertanding dengan tim dari luar daerah dan menang. Aku yakin ini pasti berkat dari latihan keras yang kami lakukan selama tahun ketiga.
Pada pertengahan tahun keempat , kami diundang oleh tim Football Surabaya untuk melakukan pertandingan persahabatan. Hasilnya, kami berhasil meraih kemenangan dengan skor 1-0. Pada bulan Mei tahun yang sama, kami diundang untuk melakukan pertandingan persahabatan dengan tim Football Makasar. Mereka menyambut kami dengan sangat ramah dan pertandinganpun berjalan dengan seimbang 1-1. Tiga hari sebelum bulan Juni, kami bertanding melawan klub Football tunggal di Medan. Ternyata tim mereka tidak begitu kuat seperti yang kuharapkan karena kami bisa memperoleh angka 5-0 dari mereka. Dua hari berikutnya kami melawan tim Football Solo. Mereka tidak begitu terkenal karena hanya sedikit orang yang berminat pada sepakbola di sana tapi mereka cukup bagus. Namun kami tetap lebih unggul 3-1. Bulan berikutnya kami melakukan pertandingan hampir setiap hari, di saat tidak ada pertandingan kami melakukan pertandingan di tempat seperti biasa.
Pada suatu hari, aku berjalan dengan seorang gadis bernama Maya. Dia memberikan dukungan kepadaku sepenuhnya untuk menang melawan tim football gabungan Semarang-Yogyakarta pada hari yang akan datang. Sementara tim kami adalah wakil dari DKI Jakarta. Tahun kelima, hari itu tiba.
Hari itu, aku dan teman-teman berkumpul di pinggir lapangan lima menit sebelum pertandingan dimulai. Peluit berbunyi dan pertandingan yang mendebarkan ini pun dimulai. Pada menit ke delapan belas, bola dilempar kembali ke lapangan dan skor masih 0-0. Aku mendapat bola dan tanpa pikir panjang, aku bergerak dan mengoper pada Fabio di sisi kiri. Tiga pemain lawan bergerak menghadang namun Fabio berhasil melepaskan diri dan mengoper pada Ismail di sisi kanan. Ketika Ismail mengoper pada ku lagi yang telah berlari jauh didepan, tim lawan berhasil memotongnya sehingga hilang kesempatan untuk mencetak gol. Lima menit sebelum babak pertama selesai, kedudukan menjadi 1-0 untuk tim lawan. Namun pada babak kedua kami berbalik menyerang dari dua sisi dan berhasil mencetak gol. Kedudukan menjadi 1-1. Bola dikembalikan ke lapangan, seorang pemain tim lawan berhasil mendapatkannya lalu mengoper pada temannya. Tapi tak lama kemudian bola kembali padaku, aku menendangnya ke atas dan dengan cepat aku melompat menyundul bola menuju gawang lawan. Seorang pemain lawan yang mendapat julukan hero, menghentikan bolaku dengan menendangnya ke luar lapangan. Selanjutnya lemparan ke dalam oleh Agustine, dia melempar bola itu padaku lalu segera ku oper pada Garry yang berada di tengah lapangan. Namun sebelum dia berhasil mendapatkannya, salah satu pemain lawan dengan cekatan merebut bola itu dan segera mengoper pada hero. Hero menggiring bola menuju gawang kami dan walaupun teman-temanku sudah berusaha menghentikannya, dia tetap dapat mencetak angka hingga kedudukan menjadi 2-1 untuk tim lawan. Bola dikembalikan lagi ke tengah lapangan. Aku dengan cepat mengusai bola, mendribelnya menuju gawang. Kemudian kuoper pada Agus dan Agus memberikannya pada Indra di sisi kiri tetapi hero dan kedua pemain lawan menghadang kembali. Pada menit ke delapan belas, Indra berhasil mencetak gol kemenangan. Tim kami diperbolehkan maju ke babak selanjutnya. Aku begitu senang mendengarnya dan teman-temanpun bersorak kegirangan di tengah lapangan. Pemain tim kami dan tim lawan saling bersalaman lalu semua pemain segera keluar lapangan.
Pemain yang disebut sebagai Hero dari tim lawan menghampiriku. Katanya, “Aku Pete dari tim gabungan. Kulihat permainanmu bagus. Aku tertarik untuk berhadapan denganmu lagi. Kau dari Jakarta ya? Yang berikutnya, aku serius menghadapimu. Jangan lupa.” Iapun segera berlalu dariku. Tak lama setelah itu Maya menghampiriku lalu kami mengobrol cukup lama sambil berjalan pulang.
“Habis ini kau serius akan pergi?” tanya Maya.
“Ya, begitulah, seperti yang kau dengar.” Aku menoleh pada Maya. Tiba-tiba Maya tertunduk sedih disebelahku. “Kau tidak apa-apakan Maya?” tanyaku pelan.
“Padahal kau tahu aku menyukaimu, Michael. Aku pasti akan kesepian bila kau pergi.” Kudengar suara Maya seperti mau menangis.
“Eh…Maya, jangan begitu. A, aku kan tidak pergi selamanya. Kuharap kau tidak menangis, Maya.” Aku memperhatikan wajah Maya yang tertunduk. Tiba-tiba Maya mengangkat wajahnya sambil tersenyum manis.
“Aku tidak menangis kok. Kau tidak perlu khawatir. Soal kepergianmu, tidak apa-apa deh. Asal kau mau berjanji akan baik-baik saja. Ok?” kulihat Maya tersenyum.
“Ok!” Kubalas dengan senyum.
Tahun keenam persiapanku sudah mantap. Pagi-pagi sekali aku segera berbenah diri, menyiapkan segala yang kubutuhkan. Aku pun tidak lupa mencatat apa yang dipesan Maya padaku. Tepat pukul 06.15, aku telah selesai mengepak barang-barang ku. Lalu aku pun keluar dari kamar. Kulangkahkan kakiku menuju pesawat masa depan. Maksudku, kalau aku menaiki pesawat itu, aku akan menuju masa depan dengan perlahan. Setelah pertandingan habis-habisan melawan Semarang-Balikpapan, aku memutuskan untuk melanjutkan permainan sepakbolaku di dunia internasional. Seperti kata ibuku, aku harus belajar menjadi orang yang berguna bagi diriku juga oranglain. Memang permainanku yang sekarang kurang memuaskan, maka dari itu aku harus belajar lebih baik lagi disana untuk kemudian kutunjukkan pada teman-temanku suatu hari kelak bila aku berjumpa dengan mereka, juga Maya. Karena Maya adalah wanita yang paling berharga bagiku di dunia ini.
Kulangkahkan kakiku masuk ke taksi yang telah kupesan, lalu taksi itu mengantarku menuju bandara. Aku yang saat ini mengenakan topi putih dikepalaku, menoleh kekiri dan kekanan kalau-kalau ada salah satu temanku yang mengantar kepergianku. Namun tidak ada. Tak lama kulangkahkan kakiku menuju tempat pemeriksaan karcis. Setelah karcisku diperiksa, aku segera menuju pesawat yang siap berangkat. Aku duduk pada nomor yang tertera dikarcisku. Untunglah, tempat dudukku sangat nyaman. Pukul 09.00 pesawat lepas landas menuju Jerman.
Bagiku tiada lain selain sepakbola. Aku tak menyerah dan akan selalu bersemangat karena usiaku yang masih muda ini sebagai pemain pemula. Satu alasanku yang lainnya adalah untuk bisa menjaga Maya sebagai seorang laki-laki. Tahun demi tahun, Latihan demi latihan menjadikan diriku lebih baik dan membawa negara Indonesia ini menuju PIALA DUNIA 2010, bersama teman-teman yang aku sayangi. Semoga begitu. Aku menantikannya.
THE END